Oleh: Ari. M. Jinahar
Seperti halnya makan tanpa garam, bisa saja mengenyangkan, tetapi tanpa rasa dan tanpa nikmat yang menyertainya. Pun demikian dalam beragama; karena agama tidak diturunkan dalam ruang hampa yang tanpa budaya. Akan menjadi indah dan estetik jika dibalut dengan sentuhan budaya tetapi tidak melanggar esensi pakem agama.
Berlebaran di tanah Arab Saudi atau di belahan dunia mana pun esensinya adalah sama. Yang membedakan adalah di sini tidak ada beduk dan takbiran keliling berjama’ah dengan arsitektur dan kuliner lokalnya yang khas.
Teringat kata-kata almarhum Amangku (Ayahku) dalam obrolan santai di Berugak, “Islam datang ke Indonesia ini bukan untuk memberangus budaya, tetapi justru untuk membimbing budaya dengan wahyu yang kita yakini berasal dari Tuhan”.
Bisa jadi konsep “Tauhid” sudah ada di Nusantara jauh sebelum datangnya Islam ke Nusantara, sehingga kedatangannya dalam banyak kasus adalah sebagai verifikator, validator, atau sertifikasi keabsahan tauhidnya. Jadi, Islam dan budaya Nusantara justru lebih banyak berkesesuaian daripada tidak, atau seperti “Tumbu ketemu tutupnya”. Begitulah kira-kira.
Eidul Adha: Makna dan Esensi
Eidul Adha, yang juga dikenal sebagai Hari Raya Qurban, memiliki makna yang sangat mendalam dalam Islam. Hari raya ini memperingati peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. yang bersedia mengorbankan putranya, Ismail, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Namun, pada akhirnya Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba.
Dalam perayaan Eidul Adha, umat Muslim di seluruh dunia melaksanakan ibadah qurban dengan menyembelih hewan qurban seperti kambing, domba, sapi, atau unta. Daging qurban tersebut kemudian dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan terutama kepada mereka yang membutuhkan. Melalui tindakan ini, esensi dari Eidul Adha tidak hanya tentang pengorbanan tetapi juga tentang berbagi dan memperkuat tali persaudaraan antar sesama umat manusia.
Di berbagai belahan dunia, perayaan Eidul Adha memiliki variasi budaya yang unik. Meskipun inti dari perayaan ini tetap sama, yaitu melaksanakan ibadah qurban dan berdoa, namun cara perayaannya dapat berbeda tergantung pada budaya setempat.
Di Arab Saudi, misalnya, perayaan Eidul Adha sangat kental dengan suasana ibadah haji. Umat Muslim yang sedang menjalankan ibadah haji di Mekah akan melaksanakan puncak haji, yaitu wukuf di Arafah, bertepatan dengan sehari sebelum Eidul Adha. Suasana takbiran di malam Eidul Adha di Saudi terasa lebih khidmat tanpa adanya konvoi takbir keliling seperti yang biasa kita temui di Indonesia.
Di Indonesia, suasana Eidul Adha sangat meriah dengan adanya takbir keliling yang menggema di malam hari, serta pelaksanaan shalat Id di lapangan atau masjid yang diikuti oleh banyak orang. Setelah shalat Id, penyembelihan hewan qurban dilakukan dan dagingnya dibagikan kepada masyarakat sekitar. Tradisi ini menguatkan rasa kebersamaan dan gotong royong di antara warga.
Peran Budaya dalam Menjaga Nilai-Nilai Keagamaan
Budaya memiliki peran penting dalam menjaga dan melestarikan nilai-nilai keagamaan. Dalam konteks Islam di Indonesia, budaya lokal sering kali menjadi media untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama. Contoh nyata adalah tradisi kenduri atau syukuran yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, yang pada dasarnya merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah dan doa bersama yang diwarnai dengan nilai-nilai Islam.
Selain itu, budaya juga dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan dan memperkuat ajaran agama kepada generasi muda. Melalui berbagai kegiatan budaya yang mengandung nilai-nilai keagamaan, seperti pagelaran seni Islami, lomba-lomba Islami, dan acara-acara keagamaan, generasi muda dapat lebih mudah memahami dan menghayati ajaran agama.
Islam di Nusantara, khususnya di Indonesia, telah menyatu dengan budaya lokal sehingga menciptakan harmoni yang indah dalam keberagaman. Penyebaran Islam di Indonesia dilakukan dengan pendekatan budaya, yang menjadikan ajaran Islam dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Para penyebar Islam, seperti Wali Songo di Jawa, menggunakan pendekatan budaya dalam dakwah mereka, sehingga nilai-nilai Islam dapat terserap dan diintegrasikan dengan budaya lokal tanpa menghilangkan esensi dari ajaran Islam itu sendiri.
Contohnya adalah tradisi sekaten di Yogyakarta dan Solo, yang merupakan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dikemas dalam bentuk pasar malam dan pagelaran seni budaya. Meskipun dalam bentuk budaya, inti dari perayaan ini tetap mengandung nilai-nilai keagamaan, yaitu mengenang dan meneladani kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Tantangan dan Peluang dalam Mengharmonikan Agama dan Budaya
Mengharmonikan agama dan budaya bukanlah hal yang mudah. Terdapat tantangan-tantangan yang harus dihadapi, seperti adanya pemahaman yang sempit tentang agama yang menganggap budaya sebagai sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama. Tantangan lainnya adalah pengaruh globalisasi yang dapat mengikis nilai-nilai budaya lokal.
Namun, di balik tantangan tersebut terdapat peluang besar untuk memperkuat identitas keagamaan dan budaya. Dengan memahami dan menghargai keragaman budaya, kita dapat memperkaya pemahaman kita tentang agama dan menjalankannya dengan lebih bijaksana. Pendekatan budaya dalam berdakwah juga dapat menjadi cara yang efektif untuk menyebarkan nilai-nilai keagamaan secara damai dan harmonis.
Eidul Adha memberikan kita banyak pelajaran berharga. Salah satunya adalah tentang pentingnya ketaatan kepada Allah dan kesediaan untuk berkorban demi kebaikan yang lebih besar. Dalam kehidupan sehari-hari, pelajaran ini dapat diterapkan dengan selalu berusaha untuk ikhlas dalam menjalankan perintah Allah dan berusaha memberikan yang terbaik bagi sesama.
Selain itu, Eidul Adha juga mengajarkan kita tentang pentingnya berbagi dengan sesama. Dalam kondisi dunia yang penuh dengan ketidakadilan dan kesenjangan sosial, semangat berbagi dalam Eidul Adha dapat menjadi inspirasi untuk selalu peduli dan membantu mereka yang kurang beruntung. Dengan demikian, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Agama dan budaya adalah dua elemen yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia. Islam sebagai agama yang universal dapat bersinergi dengan budaya lokal tanpa mengorbankan esensi ajarannya. Eidul Adha sebagai salah satu perayaan besar dalam Islam mengajarkan kita tentang ketaatan, pengorbanan, dan kebersamaan. Melalui perayaan ini, kita dapat merefleksikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan berusaha untuk selalu mengharmoniskan agama dan budaya dalam setiap aspek kehidupan kita.
Dengan memahami dan menghargai keragaman budaya, kita dapat memperkaya pemahaman kita tentang agama dan menjalankannya dengan lebih bijaksana. Dalam konteks Indonesia, harmonisasi antara Islam dan budaya lokal telah menciptakan sebuah identitas keagamaan yang unik dan kaya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus menjaga dan melestarikan warisan budaya ini agar dapat diwariskan kepada generasi mendatang.
Pada akhirnya, agama dan budaya adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Keduanya saling melengkapi dan memperkaya satu sama lain. Dengan memahami dan menghargai peran keduanya, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan harmonis. Eidul Adha mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai tersebut dan memberikan kita kesempatan untuk merefleksikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari perayaan Eidul Adha dan terus berusaha untuk mengharmoniskan agama dan budaya dalam setiap aspek kehidupan kita.
Eid Mubarak. Mohaon maaf lahir dan batin .