Oleh: Ari. M. Jinahar
Riyadh, 10 Juli 2024 – Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Riyadh mengadakan pertemuan darurat selama tiga hari berturut-turut, mulai 8 Juli 2024, dengan berbagai organisasi masyarakat (ormas) Indonesia. Pertemuan ini diadakan sebagai tanggapan terhadap maraknya kasus penjebakan, penyekapan, dan prostitusi yang menimpa Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Riyadh.
Inisiatif ini bermula dari aksi yang dilakukan oleh Driver KSA Community (DKC), komunitas sopir Indonesia di Riyadh. DKC melakukan investigasi dan penggerebekan terhadap dugaan mucikari dan korban prostitusi, dengan alasan demi kemanusiaan dan solidaritas antar sesama WNI. Mereka bahkan menyebarkan video yang menunjukkan para mucikari dicukur gundul sebagai upaya memberikan efek jera.
Aksi ini menuai reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian mendukung karena dianggap menunjukkan solidaritas dan tindakan tegas terhadap kejahatan. Namun, tidak sedikit yang mengkritik, menganggap tindakan main hakim sendiri ini berpotensi menimbulkan masalah baru dan merusak citra Indonesia di mata dunia internasional.
KBRI menyadari potensi dampak negatif dari tindakan tersebut dan merasa perlu mengadakan rapat darurat dengan ormas-ormas PMI untuk mencari kesepahaman bersama. Pertemuan ini dihadiri oleh Sugiri Suparwan, Lc, MA (Wakil Dubes KBRI Riyadh), KBP Bambang Yudhantara Salamun (Atase Kepolisian), Dr. Erianto Nazarlis, SH., MA. (Atase Hukum), Perbinlu, Mahendra (PF Konsuler I), Faiz Ahmad Nugroho (Fungsi Konsuler II), dan Dziky Mutaaly (Fungsi Konsuler III).
Sugiri menekankan pentingnya forum ini sebagai wadah komunikasi konstruktif antara KBRI dan ormas-ormas di Riyadh. Dia juga menyarankan agar forum ini dijadwalkan secara rutin untuk mempererat hubungan dan kerjasama dalam menyelesaikan kasus-kasus yang menjerat WNI/PMI.
Tim Aksi Cepat Tanggap
Perwakilan dari DKC menjelaskan alasan di balik tindakan mereka meskipun menyadari risiko yang mungkin timbul. Sugiri menegaskan bahwa forum ini harus menjadi tempat untuk mencari solusi terbaik bagi masalah PMI. Salah satu solusi yang disepakati adalah bahwa setiap pengaduan harus disampaikan ke KBRI untuk tindakan yang tepat dan investigasi serta penyergapan harus dilakukan bersama tim dari KBRI. Selain itu, sesuai rekomendasi Atpol, diperlukan pembentukan “Tim Aksi Cepat Tanggap” untuk menangani kasus-kasus yang memerlukan tindakan segera.
Pak Mahendra, selaku Koordinator Perlindungan Warga (KPW), menjelaskan kendala yang dihadapi KBRI dalam menangani sekitar 2500 aduan per bulan dengan tim yang hanya terdiri dari 15 orang. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dan koordinasi yang lebih baik dengan ormas-ormas di Riyadh. Mahendra berharap dengan adanya SOP baku dan Tim Cepat Tanggap, kasus-kasus yang menjerat WNI/PMI dapat ditangani lebih efektif dan efisien.
Mekanisme Pelaporan dan Proses Hukum
Ada banyak problem dilematis yang muncul ketika ingin memperkarakan pelaku utama praktik prostitusi, seperti kekhawatiran akan melibatkan para korban sebagai saksi yang bisa memperburuk situasi mereka. Untuk mengatasi masalah ini, Sugiri mengusulkan agar korban membuat laporan tertulis ke komunitas masing-masing atau langsung ke KBRI. Tim khusus yang dibentuk oleh KBRI akan menyusun laporan ke otoritas lokal agar mucikari diproses hukum tanpa memanggil korban sebagai saksi.
Erianto N. (Atase Hukum) menjelaskan bahwa mekanisme proses hukum oleh otoritas lokal memerlukan alat bukti kuat dan kemungkinan pemanggilan terhadap korban sebagai saksi. Oleh karena itu, perlu memilah mana korban yang benar-benar terzalimi dan mana yang memang terlibat. Bambang Salamun menambahkan bahwa daripada melaporkan pelaku ke otoritas lokal, mungkin sebaiknya pelaku dipulangkan melalui mekanisme exit mandiri bila itu memungkinkan, untuk memutus rantai praktik prostitusi dan mengurangi risiko bagi korban.
Mahendra dan Dziky mengkonfirmasi bahwa dimungkin saja dilakukan pemulangan melalui exit mandiri terhadap para mucikari dan pelaku prostitusi bila ini sudah kita sepakati bersama di rapat ini. Silahkan menyerahkan nama-nama pelaku agar kita segera proses pemulanganya melalui exit mandiri . Peserta rapat mengamini bahwa ini adalah solusi terbaik, disamping untuk memutus mata rantai praktik haram ini, juga untuk meminimalisir korban.
Penting Tim Aspek Pencegahan
Syarif (Atpol II) juga hadir dan berbicara tentang pentingya aspek pencegahan, metode pencegahan yang lebih efektif. Selain mengadakan seminar dan ceramah yang sifatnya seremonial, perlu dilakukan tindakan yang lebih masif dan terorganisir di titik-titik tertentu yang diduga menjadi sarang prostitusi. Pendekatan ini diharapkan dapat mencegah praktik-praktik prostitusi secara lebih efektif dan menyeluruh.
Akhirnya, pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam ini menghasilkan beberapa poin penting yang disepakati bersama. Pertama, aspek pelaporan akan dirumuskan oleh tim dari KBRI dan akan disosialisasikan secara masif. Kedua, proses hukum akan tetap melalui KBRI dengan tahapan yang dipilah antara kasus yang layak diproses oleh otoritas lokal dan yang dapat dipulangkan melalui mekanisme exit mandiri. Ketiga, aspek pencegahan akan dirumuskan secara bersama untuk membuat program yang terencana dan rutin serta dikomandoi oleh coordinator, dan yang keempat adalah pertemuan rutin akan dijadwalkan setiap dua bulan sekali untuk membahas beragama hal terkait isu-isu PMI.
Rapat ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menciptakan kerjasama yang lebih baik antara KBRI dan ormas-ormas di Riyadh dalam melindungi PMI dari kejahatan penjebakan dan penyekapan.